E-Sports atau Electronic Sports adalah hal yang mulai sering didengungkan akhir-akhir ini. Tepatnya pada sekitaran 2018 dimana pada ajang Asian Games 2018 Jakarta-Palembang, permainan elektronik ini mulai diperkenalkan sebagai cabang olahraga baru. PES, LoL, Hearthstone, AOV, dan beberapa permainan elektronik lainnya menjadi cabang olahraga moden baru yang diperkenalkan. Meskipun pada saat itu hanya bersifat percobaan saja.
Sejarah turnamen-turnamen E-Sports pun sudah dimulai jauh-jauh hari. Perlombaan demi perlombaan pun selalu diadakan setiap tahunnya, baik skala regional maupun internasional. Salah satunya yang paling sering dibicarakan adalah The International, ajang turnamen yang digawangi oleh Valve dengan permainan mereka, DoTA. The International menjadi salah satu turnamen yang memiliki hadiah cukup besar setiap tahunnya dan selalu meningkat.
Sudah masuk ke ranah olahraga tradisional, dan selalu dibicarakan oleh orang, banyak pihak masih sangsi akan status E-Sports sendiri sebagai olahraga. Mengingat memang tidak adanya kegiatan fisik beresiko yang terjadi layaknya olahraga tradisional. Pihak-pihak yang berperan pun cukup berbeda, dimana tidak adanya campur tangan regulator menjadi sesuatu yang harus diperhatikan dalam dunia olahraga elektronik.
Oleh karena itu, penulis mencoba untuk mencari tahu, apakah E-Sports memang sebuah olahraga, atau bukan?
Yuk lanjut baca. Usahakan bawa cemilan agar tidak bosan.
Dalam buku yang penulis baca, eSports Yearbook 2017/18, ada satu bahasan yang sangat menarik dan menjadi basis Exploid Corner kali ini. Terletak di halaman 20, berjudul ‘eSports Governance and Its Failures.’ Dalam bab tersebut, dijelaskan bahwa olahraga elektronik ini harus memiliki badan regulator yang jelas, sehingga bisa diatur dengan lebih baik. Meskipun badan regulator olahraga tradisional pun tidak bagus-bagus amat.
Joost Koot sebagai penulis, membagi lima topik bahasan dalam bab ini. Pertama adalah isu penting dalam perkembangan E-Sports, kedua adalah peran-peran yang harus ada dalam badan regulator E-Sports, ketiga adalah usaha-usahanya, keempat membahas masa depan pengaturan E-Sports, dan kelima, terakhir, adalah kesimpulan dari semuanya.
Tenang, tidak akan semua dibahas oleh penulis. Tetapi jika kalian penasaran, bisa diunduh di laman berikut ini.
Isu Penting Industri E-Sports
E-Sports sampai detik ini bekum memiliki badan pengaturan yang berarti. Beberapa negara sudah mengaplikasikannya, beberapa yang lain tidak. Hampir sebagian besar diatur oleh publishers game tersebut. Hal tersebut bisa terjadi karena pembuat permainan memiliki hampir 100% aset dari permainannya. Contohnya Valve yang menciptakan DoTA, sehingga memiliki akses 100% untuk mengubah segala sesuatunya, baik regulasi, hadiah, dan lainnya.
Dalam dunia E-Sports, pemerintah jelas tidak memiliki andil apapun. Karena memang mereka tidak mengeluarkan biaya untuk itu, tidak melakukan pengaturan untuk itu, dan tidak adanya peran berarti dalam dunia game. Kecuali masalah rating. Meskipun hal tersebut juga tidak signifikan pengaruhnya.
Berbeda dengan olahraga biasa, dimana untuk pengubahan aturan, hadiah, bahkan peserta, pemerintah memiliki campur tangan disana dengan adanya badan regulasi. Contohnya adalah PSSI, PBSI, dan badan-badan olahraga lain.
Selain memiliki perbedaan dari peran, tujuan utamanya pun berbeda. Tetap mengutip dari buku yang sama, GSO atau Global Sport Organization berfokus pada pengaturan olahraga tersebut dari segala sisi. Sementara itu, Publisher hanya berfokus pada penjualan permainan yang mereka buat, melalui turnamen-turnamen tersebut.
Masalah yang Terjadi
Tidak adanya badan regulasi dalam dunia E-Sports tersebut, mengantarkan pada kesewenang-wenangan yang kadang terjadi, baik dalam urusan permainan maupun urusan pemain. Sering mendengar drama-drama yang terjadi di dunia maya? Kejadian uang hadiah dibawa lari, atau pemain yang tidak dibayar gajinya. Hal tersebut terjadi karena tidak adanya pihak yang meregulasi. Contohnya adalah berita satu ini.
Jiwa atau semangat permainan pun bisa terdistorsi. Di dunia barat dimana semua sudah terorganisasi dengan baik, perjudian dalam olahraga, match-fixing, bisa dianggap sebagai kegiatan kriminal, bahkan bisa menyeret negara-negara tertentu dalam investigasinya.
Hal ini tidak ditemukan dalam dunia E-Sports yang belum memiliki regulator yang baik. Pengaturan angka, perjudian, semua bisa berjalan dengan lancar. Meskipun harus kita akui bahwa tidak semuanya seperti itu. Salah satunya seperti di Australia, dimana mereka sudah menerapkan hukuman untuk para pelaku match-fixing CSGO.
Usaha Dalam Meregulasi E-Sports
E-Sports bisa dianggap sebagai emerging forces atau kekuatan yang berkembang. Oleh sebab itu pemerintah harus membuat badan regulasi yang baik dan tentunya dapat menjawab semua kebutuhan pihak E-Sports, mulai dari pemain sampai panitia. Dewasa ini ada 2 badan pengawas yang sudah terbentuk. IeSF atau International e-Sports Federation, dan WESA atau World Esports Association.
IeSF adalah badan yang terbentuk atas dasar negara. Anggota-anggotanya pun adalah negara-negara yang memiliki badan regulasi nasionalnya. Indonesia tentunya menjadi anggota dari IeSF, dimana IeSPA menjadi regulator nasionalnya. Dalam lamannya, IeSF bertanggungjawab untuk engadakan acara olahraga elektronik internasional, melebarkan sayap keanggotaan, dan mengeluarkan standarisasi untuk wasit, pemain, sertifikasi, dan lain-lain. Tugasnya mirip-mirip dengan FIFA yang mengatur olahraga sepak bola.
Sementara itu, WESA terdiri dari stakeholders atau pihak-pihak yang berkecimpung langsung di dalam industri permainan. Terdiri dari beberapa tim yang memiliki pengaruh cukup besar, misi dari WESA adalah untuk mengatur semua yang ada dalam turnamen. Baik transparansi tim, payung hukum, dan lainnya.
Kedua organisasi tersebut memiliki tujuan yang mirip. Perbedaannya adalah aktor yang melakukan regulasi tersebut.
Masa Depan Pengaturan E-Sports
Adanya dua organisasi tersebut, setidaknya membantu langkah kegiatan E-Sports agar menjadi sebuah ‘olahraga.’ Adanya regulasi yang baik dari segala sisi, membuat semua pihak yang berpartisipasi tidak akan bertindak seenaknya dalam melakukan atau memutuskan sesuatu.
Dalam hal ini, penulis rasa antara IeSF maupun WESA dapat saling berkoordinasi dengan baik. IeSF dalam hal pengaturan pemain seperti kewarganegaraan, lalu sistem pajak ketika mendapat hadiah. Sementara itu WESA lebih mengatur kepada teknis permainan agar terjadi fair play, lalu hal-hal lain yang bersifat in-game.
Kesimpulan
Sampailah kita di akhir Exploid Corner kali ini. Sekarang, kita kembali ke bahasan awal. Apakah E-Sports memang sebuah olahraga? Bagi penulis, jawabannya adalah tidak. Mengapa demikian?
E-Sports dianggap bukan olahraga karena tidak melakukan kegiatan fisik yang berlebih, tidak adanya pengaturan yang jelas, dan masih banyaknya celah-celah hukum yang bisa dimanfaatkan oleh para penjahat. Selain itu, Publisher menjadi pemegang kuasa mutlak akan olahraga elektronik yang dilakukan. Mengingat semuanya memang diciptakan oleh Publisher tersebut.
Kurang kuatnya badan regulator dalam mengatur turnamen juga menjadi salah satu bukti dalam menganggap E-Sports bukanlah olahraga. IeSF dan WESA sangat bisa menjadi tombak utama dalam membuat olahraga modern ini menjadi sebuah ‘olahraga,’ tetapi memang butuh waktu lama dan kerjasama yang kuat, serta komitmen jelas antar keduanya agar semua proses berjalan dengan lancar.

Dari sisi IeSF sebagai badan regulator berbasis negara (pemerintahan), pengaturan E-Sports bisa dilakukan dari struktur pemain, sesuai dengan perwakilan negara, payung hukum para pemainnya, kesejahteraan dan keamanan pemain. Jangan lupa juga, penyelenggara acara pun harus diberikan dukungan, sehingga turnamen-turnamen yang diadakan, secara tidak langsung bisa menggenjot devisa negara.
Sementara itu dari sisi WESA yang notabene diisi oleh orang-orang E-Sports, mereka bisa membantu dengan cara pengaturan regulasi permainan, lalu pengaturan tim yang hanya boleh satu tim satu pemilik. Lebih kepada teknis permainan, integritas tim secara keseluruhan, dan menjaga agar permainan tetap memiliki unsur fair play.
Jika dua unsur ini sudah bisa bekerjasama, penulis dengan senang hati akan menjawab ‘Ya’ untuk pertanyaan diatas.