Perangkat lunak resmi atau legal software menjadi salah satu perdebatan serius di Indonesia dalam segi penggunaannya. Masih banyak pihak-pihak yang menggunakan perangkat lunak, baik untuk sistem operasi maupun untuk aplikasi, secara bajakan atau ilegal. Padahal jika ditelusuri lebih lanjut, denda yang akan dikenakan kepada para pengguna software ilegal, khususnya perusahaan, akan sangat besar.
Dilansir dari laporan resmi BSA, sebuah organisasi yang mendukung penggunaan perangkat lunak resmi, Indonesia menempati urutan terakhir dalam tingkat legalisasi perangkat lunak, dikalahkan oleh Thailand, Filipina, dan Vietnam.
Padahal, menurut data dari GNFI di tahun 2018, Indonesia termasuk salah satu negara yang sangat aktif perkembangannya dalam dunia digital. Dengan jumlah pengguna internet mencapai 132 juta orang.
Dengan jumlah yang cukup mengkhawatirkan tersebut, BSA bekerjasama dengan pejabat dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Indonesia (DJKI) untuk mengkampanyekan hal tersebut. Kerjasama ini akan menjangkau perusahaan-perusahaan yang terindikasi menggunakan software ilegal atau bajakan. BSA pun akan memberikan bantuan untuk transisi dari software ilegal, menjadi software legal.

Peringkat Indonesia
Berada pada peringkat terbawah dari negara-negara lain, Indonesia hanya memiliki 6.000 PC yang sudah menggunakan software resmi. Sangat disayangkan memang jika melihat negara lain, Filipina, sudah kurang lebih 38.500 PC yang menggunakan software resmi. Lalu Thailand berjumlah 32.100 PC, dan Vietnam 24.000 PC.
Sebagai tambahan, kurang lebih 600 perusahaan di Filipina dan Thailand, serta 400 perusahaan di Vietnam, telah bekerjasama dengan BSA untuk melakukan transisi perangkat lunak tersebut.

Dampak Penggunaan Software Ilegal
Menurut Tarun Sawnet, Direktur Senior BSA, perusahaan tidak akan mampu bersaing di iklim industri saat ini apabila masih menggunakan perangkat lunak ilegal, karena memiliki resiko yang cukup besar jika terjadi sesuatu.
“Penggunaan perangkat lunak ilegal akan menimbulkan risiko hukum, siber, dan reputasi. Kami di sini hadir untuk membantu perusahaan melakukan perpindahan, dari perangkat ilegal menjadi legal.” Ucap beliau.
Dengan masuknya era industri 4.0, penggunaan perangkat resmi ini sangat penting. Karena selain dapat mengurangi dampak negatif serta potensi kerugian yang sangat besar, akan berguna juga untuk devisa negara.

BSA sendiri mengatakan bahwa sudah banyak perusahaan di Indonesia yang mereka hubungi, tetapi masih bawel untuk melakukan transisi, sehingga kemungkinan besar mendapat serangan. Kerugian tersebut jika diperkirakan, akan mencapai $359 miliar dolar AS per tahun.
Akibat Hukum yang Berlaku
DJKI dalam hal ini sebagai perwakilan dari Republik Indonesia, akan memberikan denda yang cukup besar jika tidak mematuhi himbauan ini. Mereka, perusahaan yang tidak tertib perangkat lunak tersebut, akan dikenakan sanksi hingga Rp 1 miliar. Sanksi tersebut akan berbentuk denda pemerintah, biaya legal, dan tentunya sanksi-sanksi akibat penggunaan perangkat lunak ilegal, yang termasuk dalam pelanggaran undang-undang hak cipta Indonesia.
Batas Waktu Himbauan
BSA menghimbau bahwa perusahaan-perusahaan agar dapat berpindah menggunakan perangkat lunak resmi, dengan kurun waktu sampai pertengahan tahun 2020. Jika tidak, sanksi Rp 1 miliar tersebut akan langsung diterapkan oleh pemerintah Indonesia, melalui DJKI.